Tutorial Menghitung Pajak Penghasilan Pasal 4 Ayat 2 untuk Sewa Propert
Pelajari cara menghitung Pajak Penghasilan Pasal 4 Ayat 2 untuk sewa properti. Dapatkan panduan langkah demi langkah, contoh perhitungan, dan informasi tarif terbaru.
Panduan

Tutorial Menghitung Pajak Penghasilan Pasal 4 Ayat 2 untuk Sewa Properti
Memahami dan menghitung pajak adalah kewajiban penting. Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 4 Ayat 2, khususnya terkait sewa properti, merupakan PPh yang bersifat final. Artinya, pajak ini dikenakan atas penghasilan tertentu dan pemotongannya hanya dilakukan sekali saat penghasilan diterima atau diperoleh, serta tidak dapat dikreditkan dengan PPh terutang pada akhir tahun pajak. Artikel ini memberikan panduan lengkap mengenai cara menghitung PPh Pasal 4 Ayat 2 untuk sewa properti.
Konsep Dasar PPh Pasal 4 Ayat 2 atas Sewa Properti
Berikut adalah beberapa konsep penting yang perlu dipahami terkait PPh Pasal 4 Ayat 2 atas sewa properti:
-
Objek Pajak
- Penghasilan yang diterima atau diperoleh pemilik properti dari kegiatan menyewakan propertinya.
- Properti mencakup: Tanah, Bangunan (rumah, apartemen, gedung kantor, toko, gudang, pabrik), dan Bagian dari bangunan.
- Meliputi seluruh pembayaran: uang sewa, biaya perawatan (jika ditanggung penyewa dan bagian dari perjanjian), dan pembayaran lain terkait penggunaan properti.
-
Subjek Pajak
- Orang Pribadi: Pemilik properti perorangan.
- Badan Usaha: Perusahaan atau badan hukum (PT, CV, Koperasi, Yayasan, dll.) yang memiliki dan menyewakan properti.
-
Tarif dan Dasar Pengenaan Pajak (DPP)
- Tarif PPh Pasal 4 Ayat 2: 10% (sepuluh persen).
- Dasar Pengenaan Pajak (DPP): Jumlah bruto nilai persewaan (total uang sewa tanpa dikurangi biaya apapun).
Proses Perhitungan, Pembayaran, dan Pelaporan PPh Pasal 4 Ayat 2
Berikut adalah langkah-langkah yang perlu diikuti:
-
1Cara MenghitungRumus: PPh Pasal 4 Ayat 2 = 10% x Jumlah Bruto Nilai Persewaan. Contoh: Sewa ruko Rp50.000.000/tahun. PPh = 10% x Rp50.000.000 = Rp5.000.000.
-
2Waktu Pemotongan dan Penyetoran
- Dipotong pada saat pembayaran atau terutangnya sewa (mana yang lebih dulu).
- Disetorkan paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya setelah bulan pembayaran/terutangnya sewa.
-
3Pihak yang Wajib Memotong dan Menyetorkan
- Jika Penyewa adalah Badan Usaha: Badan usaha wajib memotong, menyetor, dan memberikan bukti potong.
- Jika Penyewa adalah Orang Pribadi (bukan pemotong pajak): Pemilik properti wajib menghitung, menyetor, dan melaporkan.
-
4Tata Cara PembayaranMelalui sistem e-Billing (DJP Online atau PJAP) atau teller bank persepsi.
- Gunakan Kode Akun Pajak (KAP) 411128.
- Gunakan Kode Jenis Setoran (KJS) 403.
-
5PelaporanMelalui Surat Pemberitahuan (SPT) Masa PPh Pasal 4 Ayat 2 secara online (e-Filing di DJP Online atau PJAP).
- Batas waktu pelaporan: Paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir.
Pemahaman yang baik terhadap langkah-langkah ini akan membantu Anda memenuhi kewajiban perpajakan dengan benar dan tepat waktu.
Contoh Perhitungan dan Hubungan dengan PPN
Berikut adalah contoh perhitungan PPh Pasal 4 Ayat 2 dan penjelasannya terkait Pajak Pertambahan Nilai (PPN).
Skenario Penyewaan | Nilai Sewa Bruto | PPh Pasal 4 Ayat 2 (10%) | Pihak yang Wajib Setor & Lapor PPh |
---|---|---|---|
PT. ABC (Badan Usaha) menyewa gedung dari Bapak Budi. | Rp200.000.000/tahun | Rp20.000.000 | PT. ABC (Penyewa) |
Bapak Chandra (Orang Pribadi) menyewa rumah dari Ibu Ani. | Rp30.000.000/tahun | Rp3.000.000 | Ibu Ani (Pemilik Properti) |
Hubungan dengan PPN: Selain PPh Pasal 4 Ayat 2, sewa properti juga dapat dikenakan PPN jika pemilik properti adalah Pengusaha Kena Pajak (PKP). Jika pemilik adalah PKP, ia wajib memungut PPN sebesar 11% dari nilai sewa dan menerbitkan faktur pajak. PPh Pasal 4 Ayat 2 dan PPN adalah dua jenis pajak yang berbeda dan keduanya harus dipenuhi sesuai ketentuan.
Penting Diingat: PPh Pasal 4 Ayat 2 bersifat final dan tidak dapat dikreditkan. Keterlambatan pembayaran dapat mengakibatkan sanksi administrasi. Untuk informasi lebih detail dan peraturan terbaru, kunjungi situs web Direktorat Jenderal Pajak atau konsultasikan dengan profesional pajak.